Seorang remaja
laki-laki berdiri ditepi jendela dan menyibakan tirai yang menutupinya. Ia
hanya berdiri diam dan melihat keluar. Sementara disampingnya dua buah koper
tergeletak.
“kamu gak
harus ngelakuin itu Sat” seorang gadis berjalan mendekatinya lalu berhenti dan
bersandar pada samping rak buku.
“aku harus lakuin Ra, aku harus ngelindungin
mereka berdua. Aku itu yang tertua, dan aku harus ngelindungi adik-adik aku Ra”
“tapi gak
gitu juga caranya, pasti ada cara lain”
“ada, tapi
itu lebih berbahaya. Salah satu dari kami harus mati dan semuanya akan berjalan
kembali normal”
“rencana
satu lagi ?”
“aku bakal
ngelakuin astral projection”
“tapi kalo
kamu ngelakuin itu, kamu bakal....”
“koma,
karena raga ku lepas tapi masih terhubung sama badan ku”
“tetep aja
efeknya sama. Badan kamu jadi lemah, titik terlemah kamu buat jadi sasaran
empuk mereka. Ini misi bunuh diri”
“semuanya emang
misi bunuh diri. Tapi bisa menyelamatkan semuanya”
“kamu harus
pikirin baik-baik, Sat. Masih ada waktu”
“udah abis
Ra, bentar lagi umurku – umur kita bertiga enam belas tahun. Kamu tau kan
artinya apa”
“kekuatan
kalian akan sempurna, dan energi itu seperti suar penanda buat kalian”
“kalo sampe
itu terjadi tak ada satupun dari kami bertiga yang selamat. Bahkan semua
keturunan lima panglima perang Mataram akan habis. Bahkan garis keturunan dari
Ki Jati Pitutur udah putus Minggu kamaren. Perang sudah dimulai”
“tapi aku
gak mau kehilangan kamu !” gadis itu sedikit menaikan suaranya dan disaat yang
bersamaan air mata mulai turun dan membasahi pipinya.
Remaja
laki-laki itu maju mendekat dan menggengam salah satu tangan si gadis sambil
menghapus air mata dengan ibu jari kanannya.
“masa Dara
yang tangguh gini nangis sih”
“kamu yang
bikin aku nangis. Satria bego !” Dara memukul lengan Satria berkali-kali kesal,
Satria hanya diam dan meringis lalu ia tertawa.
“kalian
sudah sampai” seorang wanita tua muncul dari balik pintu, dibelakangnya berdiri
seorang wanita yang lebih muda dengan raut muka yang mirip dengan si wanita
tua.
“Eyang”
Satria melepaskan genggaman tangannya dan berjalan medekati wanita tua yang ia
panggil Eyang tersebut.
“jadi bener
kamu mau ngelakuin itu Sat ?”
“gak ada
pilihan lain budhe, daripada mereka yang kenapa-napa mending aku aja cukup”
“tapi
resikonya besar”
“udah aku
pikirin mateng-mateng kok”
Mereka
duduk bersama di sofa, Dara ikut bergabung meskipun seperti menjaga jarak.
“tante,
tante bisa bujuk Satria kan ?”
“aduh Ra,
tante udah bujuk ratusan kali tapi tetep aja gagal”
“itu udah
jadi takdir di namaku, ‘Satria’
tugasnya harus melindungi kan ?”
“Pradistya
Satria Prakasa, kebijaksanaan dan kekuatan seorang pelindung. Nama yang dipilih
Eyang Kakung buat kamu”
“emang kamu
udah ketemu sama adek kamu ?”
“mana bisa
ketemu kalo aku-nya di London dari kecil”
“iya juga sih,
tapi untungnya kamu masih bisa Bahasa Indonesia, walaupun rada aneh sama geli
kalo kamu ngomong panjang. Ada logatnya”
“jangan
bilang kalo dari tadi kamu nahan ketawa”
“sedikit,
nahan sedih sih iya”
“udah ah,
gak usah sedih-sedihan lagi. Alay kaya disenetron favorit kamu itu”
“apaan,
orang aku gak suka sinetron”
“yakin ?
kalo aku lagi skype-an sama kamu ada tu backsong aneh dibelakang kamu. Jelas
banget kalo itu sinetron”
“itu Bibi
yang liat, serius bukan aku”
“iya deh
iya, dasar bunglon”
“apa ? kamu
bilang aku apa ?”
“bunglon,
wek” Satria menjulurkan lidahnya
“bilang
sekali lagi, aku cukur kumis kamu jadi kaya zebra cross”
“kaya
berani aja kamu”
“oh jadi
nantang, dasar lele” Dara mengatakannya sambil tersenyum
“aku anter
kamu pulang ya ?”
“terserah”
“oh
terserah, ya udah naik taksi aja ya”
Ekpresi
Dara langsung berubah “dasar nyebelin ! pulang dari London gak tau lagi di
kangenin malah nyebelin”
“ooo jadi
kangen ? ngomong gitu kek dari tadi”
“bodo ah !”
“dih
ngambek”
“bodo !
Satria bego ! lele albino !”
“haha, kamu
lucu kalo ngambek, muka-mu jadi kaya anak kecil” Satria mengacak-acak rambut
Dara yang dibiarkan terurai
“Distyya !
jadi berantakan nih !”
“Distya ?
aku hampir lupa nama itu lagian itu kamu cantikan gitu lagi, kaya macan betina
bersurai”
Dara langsung
menampar punggung Satria dengan cukup kencang “sakit tau”
“biarin”
“kamu jadi
pulang gak ni ? atau mau nginep ?”
“pulang !”
“thanks for
everything, Andara Hayu Wijareni”
“thanks for
you to, Pradistya Satria Prakasa. And be carefull oke. Come back safe please”
“i can’t
predict, you know this danger, a very danger mision to safe our life”
“you must
promise with me. Please come back again”
“i can’t”
“you must
promise !”
“yes, i’m
promise !”
I don’t
know. Can i keep the promise ? or i will broke that. I’m can’t back but my
brother’s stil life. Tapi Dara malah balik murung, ekspresi sedih itu seakan
tidak mau pergi begitu saja.
“Ra,
dengerin aku. Walaupun aku gak bener-bener ada buat kamu, tapi aku bakalan
selalu disamping kamu. Aku bakalan terus ngelindungin kamu, aku bakal ngawasin
kamu. Jadi kalo kamu coba nyari cowok lain selama aku pergi, aku bakalan tau”
“kalo
cowoknya cakep sih aku mikir-mikir haha”
“paling
juga gak nemu, cowok berkumis itu manis”
“tapi kata
temenku kumis kamu bikin dia merinding”
Malam lebih
gelap daripada biasanya. Karena langit London memang tidak pernah gelap dan
tidak pernah tidur tentunya. Bulan yang seharusnya terlihat penuh dan sempurna
tertutup awan gelap. Angin malam terasa aneh.
“it’s my
time. Thank’s for everytime and thank’s for everything Andara. I love you” kata
Satria dalam hati.
Diluar
angin semakin kencang menerpa pepohonan dan bulan benar-benar menghilang
dibalik awan hitam. Suasana malam yang mengerikan dan mencekam. Satria
berbaring dengan tenang tapi kemudian sesuatu dengan cepat menembus kamarnya.
Satria ingin menghindar tapi tidak bisa. Terdengar suara benda kaca yang pecah
terjatuh di lantai.
“Dis ! ini
budhe ! Distya !”
Beberapa
orang lalu masuk ke dalam kamar Satria. Wanita tua yang ia panggil Eyang itu
mendekat.
“mereka
menemukannya lebih dahulu”
Ekpresi
semua orang di ruangan itu terlihat sangat sedih. Mereka langsung memindahkan
tubuh Satria yang tergeletak di lantai ke atas tempat tidurnya. Mereka juga
membersihkan pecahan dari lampu tidur yang berserakan di lantai.
Keesokan
harinya,
“tante
gimana kondisi Satria ?” Dara datang tergesa-gesa dan masih memakai seragam
putih abu-abunya.
“kamu bisa
tenang, dia udah mulai stabil”
“terus
diagnosannya dokter tan ?”
“kerusakan
jaringan otak dan membuat kesadarannya hilang”
Dara hanya
bisa diam melihat Satria dari kaca jendela. Ia hanya terbaring tak sadarkan
diri dengan segala macam peralatan medis yang tertempel untuk menunjangnya
tetap hidup. Entah bagaimana teknologi menjelaskan kejadian diluar nalar
menjadi kerusakan jaringan otak.
Beberapa
orang perawat lalu masuk kedalam ruangan dan mengeluarkan Satria.
“mau dibawa
kemana tan ?”
“Eyang
pingin Distya dirawat dirumah aja. Kamu juga bisa sering-sering njenguk”
“kenapa
kamu nekat sih Sat” kata Dara, tangannya menggengam tangan Satria yang dingin
dan pucat.
Dara
teringat saat pertama kali bertemu dengan Satria. Itu terjadi tiga tahun lalu,
di Jakarta. Sebenarnya Dara sangat malas, karena ini bukan jalan-jalan biasa.
Tapi acara pertemuan dua keluarga. Mendengar bahwa ia akan bertemu keluarga
darah biru keraton membuatnya semakin malas. Tapi semuanya berubah.
.
.
.
“sorry i’m
late”
Seorang
anak laki-laki yang mungkin sebaya dengannya datang terburu-buru sambil
membetulkan kerah dan dasi pada kemeja-nya. Pandangan tentang anak keturunan
darah biru itu membosankan langsung hilang begitu saja. Dara baru tau jika
Satria sekolah di London dan pulang untuk liburan musim dingin. Ia masih bisa
berbahasa Indonesia dengan baik walaupun ada logat british yang masih ketara.
“ini kali
pertamaku datang ke Indonesia”
“are you
serious ?”
“yes. I’m
grouw up in London”
Mereka lalu
bertukar cerita, bagaimana London dan bagaimana Indonesia. Satria bercerita
bahwa ia sudah di London sejak bayi. Ia tak pernah diizinkan untuk datang ke
Indonesia hingga hari ini. Itu juga hanya sehari, tidak lebih. Sore nanti ia
harus kembali ke London, menghabiskan sisa libur musim dingin yang masih cukup
panjang.
“setiap
kali aku bertanya kenapa aku tidak diperbolehkan datang ke Indonesia. Grandma
selalu mengalihkan topik pembicaraan. I don’t know the reason”
Sejak itu
cara pandang Dara tentang Indonesia berubah. Walaupun ia benci dengan
pemerintahnya, ia benci dengan koruptornya, tapi semuanya berubah total. Ia
berusaha melihat Indonesia dari sudut pandang Satria. Cerita yang sering Satria
dengar tentang bagaimana alam Indonesia.
“aku pingin
liat belitung, pulau komodo, raja ampan, ambon, derawan dan tempat indah
lainnya”
Ketika
kembali mengingat pertama kali ia bertemu Satria, tanpa sadar Dara kembali
menangis. Dara tiba-tiba terkaget saat tangan Satria tiba-tiba memanas,
benar-benar panas seperti baru saja menyentuh api. Lalu sebuah simbol muncul
disana. Simbol yang sepertinya tidak asing untuknya.
Semilir
angin berhembus, padahal jendela di ruangan itu tertutup rapat. Bahkan
kordennya pun dibiarkan tetap tertutup sebagian.
Kamu gak
perlu nangis lagi. Aku ada disamping kamu.
Dara
langsung menoleh. Diruangan itu tak ada siapapun kecuali dirinya dan Satria
yang tak sadarkan diri. Tapi jelas-jelas itu adalah suara Satria. Dara
benar-benar yakin jika itu memang suara Satria.
“please Sat
bangun, bicara lagi sama aku. Kalo kaya gini aku gak faham maksud kamu apa”
Dara
berbicara sendirian. Ruangan itu benar-benar sunyi, hanya suara mesin medis
yang menunjang kehidupan Satria yang terdengar pelan.
“aku disini Ra” terdengar suara lirih lagi
Udara
seperti berpendar. Satria muncul di dekat jendela. Tempat favoritnya untuk
memandang keluar. Tapi ia tidak benar-benar disana. Cahaya matahari yang
menembus tirai tipis itu ikut menembus tubuh Satria, melewatinya begitu saja.
“Satria....”
Hai Ra
“kamu....kamu....”
Tembus pandang, namanya juga roh
“Roh ? tapi
kenapa aku bisa liat kamu ?”
Aku berhasil ngelakuin astral objection tepat sebelum
mereka nemuin aku. Ya karena aku yang buat biar aku bisa kamu liat. Ada yang
harus aku omongin.
“soal adik
kamu ?”
Ya, aku mau minta tolong sama kamu. Walaupun aku bisa
ngelakuin astral projection sekarang tapi koneksi sama badanku terputus karena
mereka menemukanku. Dan semakin lama aku akan memudar. Roh tanpa tubuh atau
tubuh tanpa roh. Tidak ada yang bisa bertahan.
“tunggu, kalo gitu berarti kamu bakalan......”
Mati. Semua makhluk bernyawa memang akan mati pada
akhirnya. Sebelum aku terlambat aku mau minta sedikit bantuan sama kamu.
Mungkin ini yang terakhir
“Satria.....”
Kamu harus nemuin adik-adik aku. Beritau mereka
semuanya dan mereka akan faham. Mereka tau bagaimana cara untuk mengakhiri ini
semua.
“kamu aja
gak tau adik kamu kaya apa. Apalagi aku Sat ?”
Kamu gak bakalan kesulitan buat nemuin mereka Ra.
Mereka persis kaya aku
“maksud
kamu ?”
Kita bertiga kembar
“apa ? kok
kamu baru bilang sekarang”
Aku juga baru tau seminggu lalu. Aku mau cerita sama
kamu tapi selalu gak ada kesempatan. Intinya kita bertiga mirip, wajah kami
mirip. Tapi adik-adik aku kaya yin sama yang. Mereka berbeda, bertolak
belakang. Dan ini mungkin ini pertama kalinya dalam sejarah, satu dari tujuh
ada tiga.
“dan karena
itu mereka memburu kalian lebih dulu ! iya
kan ?”
Aku takutnya iya. Karena kekuatan yang berasal dari
satu keturunan tidak terbagi tiga....
“tapi malah
semakin kuat karena kalian bertiga. Aku benar kan ?”
Yes, aku minta tolong ya Ra. Cari adik-adik aku.
Mereka bakal ketemu di Jogja, sisanya biar aku yang atur.
“jadi
tugasku cuma buat nyari cowok berkumis yang ngeselin kaya kamu ?”
Haha, mereka gak berkumis. Ya mungkin gara-gara aku
yang paling tua, jadi aku doang yang punya kumis. Emang aku ngeselin ya ?
bukannya ngangenin ?
“kamu masih
bisa bercanda dikondisi kaya gini. Udah jadi roh tetep aja sifatnya gak ada
bedannya”
Haha, udah dulu ya. Waktu ku terbatas buat ngomong
sama kamu. Ato mereka bakal nemuin aku lagi. Inget gak usah nangis lagi. Aku
selalu dideket kamu, aku selalu ngawasin kamu. See you Ra.
Tubuh
tembus pandang Satria berpendar dan mulai hilang seperti gambar hologram yang
sinarnya mulai melemah dan lalu benar-benar hilang. Semuanya kembali normal,
hanya keheningan di ruangan itu. Lalu beberapa petugas medis masuk ke ruangan
dan meneyuruh Dara untuk keluar sebentar.
“aku pamit
pulang Tan”
“dianter
aja ya Ra”
“gak usah
Tan, aku bisa pulang sendiri”
“eh jangan,
lagian ini Tante juga sekalian mau pergi. Bareng aja”
“makasih
Tan, udah ngerepotin gini”
“Tante
malah seneng kamu disini. Sering-sering aja kesini, jengukin Distya”
“aku mau
nanya Tan, Satria itu kembar tiga ?”
Begitu
mendengar pertanyaan Dara, ekspresi Tante Ami berubah total. Antara kaget dan
terkejut.
“kamu.....kamu
tau dari siapa Ra ?”
“tadi
Satria yang ngasih tau sama aku langsung”
“maksud
kamu ?”
“sebenernya
Satria berhasil menjalankan rencana pertamanya tapi tubuhnya....” Dara terdiam
sejenak “tadi Satria cerita semuanya. Kenapa mereka bertiga harus dipisahin sih
Tan”
“sebenernya
Tante gak boleh cerita, tapi Distya udah tau dan kamu juga udah tau. Kamu tau
kan Ra, kalo keluarga-nya Distya itu masih ada hubungannya sama Ki Candilaras
?”
“iya”
“Distya
juga udah cerita kan soal sejarah keluarganya ?”
Sekali lagi
Dara mengiyakan.
“awalnya
semua ngira kalo kandungannya adiknya Tante, ibunya Distya itu satu janin”
“tapi
ternyata tiga. Kembar laki-laki ?”
“iya,
kekuatan mereka juga tidak terbagi anehnya. Mereka seperti memeliki kekuatan
sendiri-sendiri. Sepertinya adik tante udah tau kalo bakal ada kejadian buruk. Dia
langsung nyuruh tante buat bawa Distya pergi dari Jawa dan tante menetap di
London karena suami tante kerja disana.”
“terus
adik-adiknya Satria Tante tau dimana ?”
“sayangnya
enggak, kenapa Ra ?”
“gak
kenapa-napa Tan. Soalnya Satria cerita belum selesai”
“oh, tante
kira kenapa”
Semoga aja adik-adik kamu gak ngeselin kaya kamu Sat.
Tapi tadi kamu bilang mereka kaya yin sama yang. Jangan-jangan yang satu kalem
yang satu frontal lagi dan itu lebih nyeremin daripada kamu.