Just expresion my mind

Rabu, 19 Agustus 2015

Six Sance and Six Love : Chapter 4


Chapter 4
Kakak Laki-laki


Seorang remaja laki-laki berdiri ditepi jendela dan menyibakan tirai yang menutupinya. Ia hanya berdiri diam dan melihat keluar. Sementara disampingnya dua buah koper tergeletak.

“kamu gak harus ngelakuin itu Sat” seorang gadis berjalan mendekatinya lalu berhenti dan bersandar pada samping rak buku.

 “aku harus lakuin Ra, aku harus ngelindungin mereka berdua. Aku itu yang tertua, dan aku harus ngelindungi adik-adik aku Ra”
“tapi gak gitu juga caranya, pasti ada cara lain”
“ada, tapi itu lebih berbahaya. Salah satu dari kami harus mati dan semuanya akan berjalan kembali normal”
“rencana satu lagi ?”
“aku bakal ngelakuin astral projection”
“tapi kalo kamu ngelakuin itu, kamu bakal....”
“koma, karena raga ku lepas tapi masih terhubung sama badan ku”
“tetep aja efeknya sama. Badan kamu jadi lemah, titik terlemah kamu buat jadi sasaran empuk mereka. Ini misi bunuh diri”
“semuanya emang misi bunuh diri. Tapi bisa menyelamatkan semuanya”
“kamu harus pikirin baik-baik, Sat. Masih ada waktu”
“udah abis Ra, bentar lagi umurku – umur kita bertiga enam belas tahun. Kamu tau kan artinya apa”
“kekuatan kalian akan sempurna, dan energi itu seperti suar penanda buat kalian”
“kalo sampe itu terjadi tak ada satupun dari kami bertiga yang selamat. Bahkan semua keturunan lima panglima perang Mataram akan habis. Bahkan garis keturunan dari Ki Jati Pitutur udah putus Minggu kamaren. Perang sudah dimulai”
“tapi aku gak mau kehilangan kamu !” gadis itu sedikit menaikan suaranya dan disaat yang bersamaan air mata mulai turun dan membasahi pipinya.
Remaja laki-laki itu maju mendekat dan menggengam salah satu tangan si gadis sambil menghapus air mata dengan ibu jari kanannya.
“masa Dara yang tangguh gini nangis sih”
“kamu yang bikin aku nangis. Satria bego !” Dara memukul lengan Satria berkali-kali kesal, Satria hanya diam dan meringis lalu ia tertawa.

“kalian sudah sampai” seorang wanita tua muncul dari balik pintu, dibelakangnya berdiri seorang wanita yang lebih muda dengan raut muka yang mirip dengan si wanita tua.
“Eyang” Satria melepaskan genggaman tangannya dan berjalan medekati wanita tua yang ia panggil Eyang tersebut.
“jadi bener kamu mau ngelakuin itu Sat ?”
“gak ada pilihan lain budhe, daripada mereka yang kenapa-napa mending aku aja cukup”
“tapi resikonya besar”
“udah aku pikirin mateng-mateng kok”
Mereka duduk bersama di sofa, Dara ikut bergabung meskipun seperti menjaga jarak.
“tante, tante bisa bujuk Satria kan ?”
“aduh Ra, tante udah bujuk ratusan kali tapi tetep aja gagal”
“itu udah jadi takdir di namaku, ‘Satria’ tugasnya harus melindungi kan ?”
“Pradistya Satria Prakasa, kebijaksanaan dan kekuatan seorang pelindung. Nama yang dipilih Eyang Kakung buat kamu”


“emang kamu udah ketemu sama adek kamu ?”
“mana bisa ketemu kalo aku-nya di London dari kecil”
“iya juga sih, tapi untungnya kamu masih bisa Bahasa Indonesia, walaupun rada aneh sama geli kalo kamu ngomong panjang. Ada logatnya”
“jangan bilang kalo dari tadi kamu nahan ketawa”
“sedikit, nahan sedih sih iya”
“udah ah, gak usah sedih-sedihan lagi. Alay kaya disenetron favorit kamu itu”
“apaan, orang aku gak suka sinetron”
“yakin ? kalo aku lagi skype-an sama kamu ada tu backsong aneh dibelakang kamu. Jelas banget kalo itu sinetron”
“itu Bibi yang liat, serius bukan aku”
“iya deh iya, dasar bunglon”
“apa ? kamu bilang aku apa ?”
“bunglon, wek” Satria menjulurkan lidahnya
“bilang sekali lagi, aku cukur kumis kamu jadi kaya zebra cross”
“kaya berani aja kamu”
“oh jadi nantang, dasar lele” Dara mengatakannya sambil tersenyum
“aku anter kamu pulang ya ?”
“terserah”
“oh terserah, ya udah naik taksi aja ya”
Ekpresi Dara langsung berubah “dasar nyebelin ! pulang dari London gak tau lagi di kangenin malah nyebelin”
“ooo jadi kangen ? ngomong gitu kek dari tadi”
“bodo ah !”
“dih ngambek”
“bodo ! Satria bego ! lele albino !”
“haha, kamu lucu kalo ngambek, muka-mu jadi kaya anak kecil” Satria mengacak-acak rambut Dara yang dibiarkan terurai
“Distyya ! jadi berantakan nih !”
“Distya ? aku hampir lupa nama itu lagian itu kamu cantikan gitu lagi, kaya macan betina bersurai”
Dara langsung menampar punggung Satria dengan cukup kencang “sakit tau”
“biarin”
“kamu jadi pulang gak ni ? atau mau nginep ?”
“pulang !”

“thanks for everything, Andara Hayu Wijareni”
“thanks for you to, Pradistya Satria Prakasa. And be carefull oke. Come back safe please”
“i can’t predict, you know this danger, a very danger mision to safe our life”
“you must promise with me. Please come back again”
“i can’t”
“you must promise !”
“yes, i’m promise !”
I don’t know. Can i keep the promise ? or i will broke that. I’m can’t back but my brother’s stil life. Tapi Dara malah balik murung, ekspresi sedih itu seakan tidak mau pergi begitu saja.

“Ra, dengerin aku. Walaupun aku gak bener-bener ada buat kamu, tapi aku bakalan selalu disamping kamu. Aku bakalan terus ngelindungin kamu, aku bakal ngawasin kamu. Jadi kalo kamu coba nyari cowok lain selama aku pergi, aku bakalan tau”
“kalo cowoknya cakep sih aku mikir-mikir haha”
“paling juga gak nemu, cowok berkumis itu manis”
“tapi kata temenku kumis kamu bikin dia merinding”


Malam lebih gelap daripada biasanya. Karena langit London memang tidak pernah gelap dan tidak pernah tidur tentunya. Bulan yang seharusnya terlihat penuh dan sempurna tertutup awan gelap. Angin malam terasa aneh.

“it’s my time. Thank’s for everytime and thank’s for everything Andara. I love you” kata Satria dalam hati.

Diluar angin semakin kencang menerpa pepohonan dan bulan benar-benar menghilang dibalik awan hitam. Suasana malam yang mengerikan dan mencekam. Satria berbaring dengan tenang tapi kemudian sesuatu dengan cepat menembus kamarnya. Satria ingin menghindar tapi tidak bisa. Terdengar suara benda kaca yang pecah terjatuh di lantai.

“Dis ! ini budhe ! Distya !”
Beberapa orang lalu masuk ke dalam kamar Satria. Wanita tua yang ia panggil Eyang itu mendekat.
“mereka menemukannya lebih dahulu”
Ekpresi semua orang di ruangan itu terlihat sangat sedih. Mereka langsung memindahkan tubuh Satria yang tergeletak di lantai ke atas tempat tidurnya. Mereka juga membersihkan pecahan dari lampu tidur yang berserakan di lantai.


Keesokan harinya,
“tante gimana kondisi Satria ?” Dara datang tergesa-gesa dan masih memakai seragam putih abu-abunya.
“kamu bisa tenang, dia udah mulai stabil”
“terus diagnosannya dokter tan ?”
“kerusakan jaringan otak dan membuat kesadarannya hilang”
Dara hanya bisa diam melihat Satria dari kaca jendela. Ia hanya terbaring tak sadarkan diri dengan segala macam peralatan medis yang tertempel untuk menunjangnya tetap hidup. Entah bagaimana teknologi menjelaskan kejadian diluar nalar menjadi kerusakan jaringan otak.

Beberapa orang perawat lalu masuk kedalam ruangan dan mengeluarkan Satria.
“mau dibawa kemana tan ?”
“Eyang pingin Distya dirawat dirumah aja. Kamu juga bisa sering-sering njenguk”


“kenapa kamu nekat sih Sat” kata Dara, tangannya menggengam tangan Satria yang dingin dan pucat.
Dara teringat saat pertama kali bertemu dengan Satria. Itu terjadi tiga tahun lalu, di Jakarta. Sebenarnya Dara sangat malas, karena ini bukan jalan-jalan biasa. Tapi acara pertemuan dua keluarga. Mendengar bahwa ia akan bertemu keluarga darah biru keraton membuatnya semakin malas. Tapi semuanya berubah.
.
.
.
“sorry i’m late”

Seorang anak laki-laki yang mungkin sebaya dengannya datang terburu-buru sambil membetulkan kerah dan dasi pada kemeja-nya. Pandangan tentang anak keturunan darah biru itu membosankan langsung hilang begitu saja. Dara baru tau jika Satria sekolah di London dan pulang untuk liburan musim dingin. Ia masih bisa berbahasa Indonesia dengan baik walaupun ada logat british yang masih ketara.

“ini kali pertamaku datang ke Indonesia”
“are you serious ?”
“yes. I’m grouw up in London”

Mereka lalu bertukar cerita, bagaimana London dan bagaimana Indonesia. Satria bercerita bahwa ia sudah di London sejak bayi. Ia tak pernah diizinkan untuk datang ke Indonesia hingga hari ini. Itu juga hanya sehari, tidak lebih. Sore nanti ia harus kembali ke London, menghabiskan sisa libur musim dingin yang masih cukup panjang.

“setiap kali aku bertanya kenapa aku tidak diperbolehkan datang ke Indonesia. Grandma selalu mengalihkan topik pembicaraan. I don’t know the reason”

Sejak itu cara pandang Dara tentang Indonesia berubah. Walaupun ia benci dengan pemerintahnya, ia benci dengan koruptornya, tapi semuanya berubah total. Ia berusaha melihat Indonesia dari sudut pandang Satria. Cerita yang sering Satria dengar tentang bagaimana alam Indonesia.

“aku pingin liat belitung, pulau komodo, raja ampan, ambon, derawan dan tempat indah lainnya”

Ketika kembali mengingat pertama kali ia bertemu Satria, tanpa sadar Dara kembali menangis. Dara tiba-tiba terkaget saat tangan Satria tiba-tiba memanas, benar-benar panas seperti baru saja menyentuh api. Lalu sebuah simbol muncul disana. Simbol yang sepertinya tidak asing untuknya.

Semilir angin berhembus, padahal jendela di ruangan itu tertutup rapat. Bahkan kordennya pun dibiarkan tetap tertutup sebagian.

Kamu gak perlu nangis lagi. Aku ada disamping kamu.

Dara langsung menoleh. Diruangan itu tak ada siapapun kecuali dirinya dan Satria yang tak sadarkan diri. Tapi jelas-jelas itu adalah suara Satria. Dara benar-benar yakin jika itu memang suara Satria.

“please Sat bangun, bicara lagi sama aku. Kalo kaya gini aku gak faham maksud kamu apa”
Dara berbicara sendirian. Ruangan itu benar-benar sunyi, hanya suara mesin medis yang menunjang kehidupan Satria yang terdengar pelan.

“aku disini Ra” terdengar suara lirih lagi
Udara seperti berpendar. Satria muncul di dekat jendela. Tempat favoritnya untuk memandang keluar. Tapi ia tidak benar-benar disana. Cahaya matahari yang menembus tirai tipis itu ikut menembus tubuh Satria, melewatinya begitu saja.

“Satria....”

Hai Ra

“kamu....kamu....”

Tembus pandang, namanya juga roh

“Roh ? tapi kenapa aku bisa liat kamu ?”

Aku berhasil ngelakuin astral objection tepat sebelum mereka nemuin aku. Ya karena aku yang buat biar aku bisa kamu liat. Ada yang harus aku omongin.

“soal adik kamu ?”

Ya, aku mau minta tolong sama kamu. Walaupun aku bisa ngelakuin astral projection sekarang tapi koneksi sama badanku terputus karena mereka menemukanku. Dan semakin lama aku akan memudar. Roh tanpa tubuh atau tubuh tanpa roh. Tidak ada yang bisa bertahan.

tunggu, kalo gitu berarti kamu bakalan......”

Mati. Semua makhluk bernyawa memang akan mati pada akhirnya. Sebelum aku terlambat aku mau minta sedikit bantuan sama kamu. Mungkin ini yang terakhir

“Satria.....”

Kamu harus nemuin adik-adik aku. Beritau mereka semuanya dan mereka akan faham. Mereka tau bagaimana cara untuk mengakhiri ini semua.

“kamu aja gak tau adik kamu kaya apa. Apalagi aku Sat ?”

Kamu gak bakalan kesulitan buat nemuin mereka Ra. Mereka persis kaya aku

“maksud kamu ?”

Kita bertiga kembar

“apa ? kok kamu baru bilang sekarang”

Aku juga baru tau seminggu lalu. Aku mau cerita sama kamu tapi selalu gak ada kesempatan. Intinya kita bertiga mirip, wajah kami mirip. Tapi adik-adik aku kaya yin sama yang. Mereka berbeda, bertolak belakang. Dan ini mungkin ini pertama kalinya dalam sejarah, satu dari tujuh ada tiga.

“dan karena itu mereka memburu kalian lebih dulu ! iya  kan ?”

Aku takutnya iya. Karena kekuatan yang berasal dari satu keturunan tidak terbagi tiga....

“tapi malah semakin kuat karena kalian bertiga. Aku benar kan ?”

Yes, aku minta tolong ya Ra. Cari adik-adik aku. Mereka bakal ketemu di Jogja, sisanya biar aku yang atur.

“jadi tugasku cuma buat nyari cowok berkumis yang ngeselin kaya kamu ?”

Haha, mereka gak berkumis. Ya mungkin gara-gara aku yang paling tua, jadi aku doang yang punya kumis. Emang aku ngeselin ya ? bukannya ngangenin ?

“kamu masih bisa bercanda dikondisi kaya gini. Udah jadi roh tetep aja sifatnya gak ada bedannya”

Haha, udah dulu ya. Waktu ku terbatas buat ngomong sama kamu. Ato mereka bakal nemuin aku lagi. Inget gak usah nangis lagi. Aku selalu dideket kamu, aku selalu ngawasin kamu. See you Ra.

Tubuh tembus pandang Satria berpendar dan mulai hilang seperti gambar hologram yang sinarnya mulai melemah dan lalu benar-benar hilang. Semuanya kembali normal, hanya keheningan di ruangan itu. Lalu beberapa petugas medis masuk ke ruangan dan meneyuruh Dara untuk keluar sebentar.

“aku pamit pulang Tan”
“dianter aja ya Ra”
“gak usah Tan, aku bisa pulang sendiri”
“eh jangan, lagian ini Tante juga sekalian mau pergi. Bareng aja”
“makasih Tan, udah ngerepotin gini”
“Tante malah seneng kamu disini. Sering-sering aja kesini, jengukin Distya”
“aku mau nanya Tan, Satria itu kembar tiga ?”
Begitu mendengar pertanyaan Dara, ekspresi Tante Ami berubah total. Antara kaget dan terkejut.
“kamu.....kamu tau dari siapa Ra ?”
“tadi Satria yang ngasih tau sama aku langsung”
“maksud kamu ?”
“sebenernya Satria berhasil menjalankan rencana pertamanya tapi tubuhnya....” Dara terdiam sejenak “tadi Satria cerita semuanya. Kenapa mereka bertiga harus dipisahin sih Tan”

“sebenernya Tante gak boleh cerita, tapi Distya udah tau dan kamu juga udah tau. Kamu tau kan Ra, kalo keluarga-nya Distya itu masih ada hubungannya sama Ki Candilaras ?”
“iya”
“Distya juga udah cerita kan soal sejarah keluarganya ?”
Sekali lagi Dara mengiyakan.
“awalnya semua ngira kalo kandungannya adiknya Tante, ibunya Distya itu satu janin”
“tapi ternyata tiga. Kembar laki-laki ?”
“iya, kekuatan mereka juga tidak terbagi anehnya. Mereka seperti memeliki kekuatan sendiri-sendiri. Sepertinya adik tante udah tau kalo bakal ada kejadian buruk. Dia langsung nyuruh tante buat bawa Distya pergi dari Jawa dan tante menetap di London karena suami tante kerja disana.”
“terus adik-adiknya Satria Tante tau dimana ?”
“sayangnya enggak, kenapa Ra ?”
“gak kenapa-napa Tan. Soalnya Satria cerita belum selesai”
“oh, tante kira kenapa”


Semoga aja adik-adik kamu gak ngeselin kaya kamu Sat. Tapi tadi kamu bilang mereka kaya yin sama yang. Jangan-jangan yang satu kalem yang satu frontal lagi dan itu lebih nyeremin daripada kamu.


Share:

Six Sence and Six Love : Chapter 3



Chapter 3
Cinta Pertama


Berharap menjadi anak normal dan melepaskan perbedaan yang menggangu selama hampir lima belas tahun. Entar ini anugrah, ujian, atau bahkan cobaan. Ketika kalian melihat apa yang tidak dilihat. Ketika kalian mendengar apa yang tidak didengar. Dan ketika kalian merasakan apa yang tidak kalian rasakan.


 “lho den kok ndak dimaem sarapane ? ndak suka ?”
“gak kok mbok. Mendadak kangen sama Bali”
“oh kangen to, ya wajar. Wong den Dikta dari kecil disana, kenapa gak lanjut sekolahnya disana den ?”
 “pinginnya sih gitu mbok, tapi nyonya manggil suruh balik ke Jogja”
“hus, ibu sendiri kok dipanggil nyonya to Den”
“ya habis orang tua macem apa sih mbok yang tega ninggalin anak usia dua bulan ke Belanda trus dititipin sama adeknya yang di Denpasar coba ? urusan bisnis ?”
“ya walaupun gitu, tetep aja itu ibu yang udah ngelahirin den Dikta. Udah dimakan sarapannya. Nanti telat”


“ya udah aku berangkat dulu mbok”
“mau dianter den ?”
“gak usah mbok, aku berangkat sendiri. Masa iya udah SMA dianter mulu mbok”
“ya kan pake mobil den”
“gak deh mbok, biar Pak Karyo istirahat”

 “aku berangkat dulu ya mbok” mengambil ransel trus pake jaket
“hati-hati bawa motornya, gak usah ngebut. Bawa helm juga jam segini banyak polisi yang nyari setoran den”
“iya mbok”

Aldibaran Oceanda Pradikta, itu nama gue. Lahir di Jogja tapi tumbuh di Denpasar dan sekarang harus menghabiskan masa SMA kembali ke Jogja. Gue dibesarin sama Tante yang udah gue anggap sebagai ibu kandung gue sendiri. No one have perfect life. Hanya dalam cerita dongeng ada hidup yang sempurna. Walaupun bisa dibilang gue punya hidup yang sempurna untuk beberapa orang. Tapi itu hanya sampul !, just a cover !. Semuanya memang serba berkecukupan tapi tidak dengan orang tua. Serasa gue hidup tanpa orang tua kalo disini, mereka telalu sibuk dengan urusan bisnis mereka.

Sekarang gue harus terjebak selama dua tahun kedepan di SMA Garuda. Salah satu SMA terbaik dan terfavorit di Jogja bahkan udah terkenal seantero Indonesia. Sekolah yang menuntut semua muridnya harus pintar, harus wajib dicatet kata itu dan di-shading pake stabilo warna merah. Tapi gue gak suka dikekang, gue suka kebabasan. Gue benci aturan yang mengikat tanpa sebab yang jelas. Buat apa dibuat aturan kalo cuma buat dilanggar.Mungkin yang ngasih nama gue tau watak asli gue kaya apa, makanya nama gue Ocean, samudera. Samudera itu luas dan bebas, tak ada satupun yang bisa menghalangi samudera.

Selamat datang siswa-siswi pilihan dan terbiak di SMA Garuda
Sebuah spanduk menggantung diatas gerbang sekolah, untuk murid kelas sepuluh tentunya. Karena gue liat banyak yang masih pake seragam putih-biru mereka dan bergerombol dibeberapa tempat di halaman depan sekolah amat sangat luas. Tapi dari tadi gue sampe sekolah, mereka ngeliatin gue mulu. Emang gue alien ? gue manusia woy ! gue sama kalian, kurang lebih.

“Aldibaran Oceanda Pradikta, selamat datang di SMA Garuda”
Akhirnya, setelah empat puluh lima menit menunggu dan lima belas menit lebih gue diwawancarai langsung oleh Kepala Sekolah. Rasanya seperti tahanan KPK yang lagi dicerca puluhan pertanyaan secara beruntun. Mana gue harus tes IQ sama psikotes segala. Maaf ya pak, saya bukan psyco atau klepto atau apapun itu yang terkait dengan ketidak stabilan emosi dan jiwanya.
“saya harap anda bisa langsung menyesuaikan dengan kondisi sekolah kami. Ini soal peraturan yang berlaku dan soal jadwal akan disampaikan di kelas”
“tapi saya belum tau masuk kelas apa Pak”
“sebelas Ipa-empat. Di gedung E.2.2”
*****

Ajeng Pramudia Cendani,

Udah kelas sebelas ya ? cepet banget atau emang perasaan gue aja ?. Ngeliat murid baru kelas sepuluh, gue jadi inget pertama kali masuk SMA Garuda, ngelawatin seminggu MOS yang penuh kekonyolan di rumpun Ahmad Dahlan bareng Putri sama Meilina.
Entah siapa yang nyuruh gue noleh ke gerbang masuk, mengikuti motor yang baru saja masuk dan berhenti di parkiran untuk siswa. Jaket merah yang keren. Pas gue tau si empunya motor membuka helm-nya. Oh My God ! ini bukan mimpi kan ? bukan ilusi ? gue gak lagi ke hipnotis kan ?

Dia cowok yang gue liat diresepsiannya Mbak Lusy, tetangga gue dua tahun lalu. Mungkin dia keluarganya Mbak Lusy, soalnya pake batik kembaran sama kelurganya Bude Diah –ibunya Mbak Lusy. Gue liat dia lagi fokus sama kamera di tangannya, trus tiba-tiba senyum. Serius manis banget ! gue gak bohong. Udah keren senyumnya manis lagi. Am i falling in love ? if yes he’s my first love and i did’nt know anything or just his name but i’m fall with him ? that false ?. I think No.

“cakep ya Jeng”
“eh”
“aku tau daritadi kamu ngeliatin dia, mana senyum-senyum lagi”
“emang aku senyum ?”
“mungkin lebih, kamu kaya dapet sesuatu yang bener-bener happy tau”
“kamu kenal sama murid baru itu ?”
“murid baru ?”
“aku denger-denger sih gitu, pindahan dari Denpasar. Tapi reputasinya buruk Jeng”
“nah kebiasaan kan kamu Put. Don’t judge a book from the cover
“tapi tebakan gue bener kan, soal Vito kemaren”
“udah, gak usah mbahas cowok itu lagi ah!”

Daripada dengerin Putri sama Mei berantem gara-gara cowok mending gue mandangin di ‘dia’ lagi, haha. Masih tetep manis kok, mungkin cuma tambah tinggi. Pas dia melangkah dari parkiran hampir semua mata langsung noleh ke satu tujuan, si murid baru. Tapi kayanya dia gak suka deh.

Hal yang paling mendebarkan selanjutnya setelah ketemu sama cinta pertama yang muncul setelah dua tahun menghilang itu saat liat papan pengumam yang isinya pembagian kelas. Takut kalo gue gak sekelas lagi sama Putri and Mei.
“kita sekelas lagi !”
Emang cuma Mei yang maju kedepan, soalnya dia paling tinggi, seratus enam puluh tujuh. Makanya dia bisa lolos jadi Paskibraka Provinsi Jogjakarta tahun ini. Tinggi, ideal, cantik, pinter, kurang apa lagi coba. Aslinya bisa sih Mei itu jadi Paskibraka Nasional, tapi katanya seleksinya lebih ketat lagi buat jadi Paskibraka Nasional. Jadi Paskibraka Provinsi aja udah bersyukur banget.

“yes !” Putri ikut berteriak
“tapi kayanya ada yang gak seneng nih”
“eh, aku ikut seneng kok”
“tapi aku gak yakin. Kamu masih berharap sekelas sama murid baru itu ya Jeng ?”
“ah ngaco ! udah sekarang masuk kelas aja. Kita di kelas mana ?”
“ipa-enam”
Aturan pembagian kelas di SMA Garuda itu sama rata. Tidak ada kelas khusus yang berisi anak-anak terpintar. Mereka semua disebar disetiap kelas sama rata.

*****
Aldibaran Oceanda Pradikta,

Kalo boleh jujur mending gue masuk kelas Ips daripada gue harus masuk di kelas Ipa. Jadi anak Ipa itu ribet, apalagi ini sekolah yang dituntut pinter tambah ribetnya deh. Semoga temen sekelas gue gak sesongong anak Ipa di sekolah lama gue. Semoga wali kelasnya juga bukan guru killer.

Begitu gue sampe didepan kelas sebelas Ipa empat eh pintunya udah ketutup. Hari pertama telat, bukan sesuatu yang terlalu buruk. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, haha.
“permisi”
Seisi kelas langsung malingin wajah mereka ke gue, tatapan mereka rada aneh. Ya mungkin mereka mikir gini. Mentang-mentang murid baru trus datang terlambat. Sok cool !.
“maaf saya terlambat ?”
“new student from Denpasar ?”
“yes”
Mungkin ini guru bahasa Inggris. Soalnya daritadi percakapan yang terjadi menggunakan bahasa Inggris yang untungnya gue bisa jawab dengan cepat dan enteng. Gak sia-sia gue lima belas tahun hidup di pulau yang penuh sama turis asing.
“you can sit at there, with Ardian”
“thanks mam”

“bahasa inggris lo lancar banget”
“maklum lah, udah lima belas taun gue hidup di Bali. Dikta”
“Ardian”
Untungnya ni anak asik juga diajak ngobrol gak serasa duduk sama patung kalo gini gue, haha. Ardian ngejelasin soal sekolah ini dan itu cukup ngebantu gue karena murid baru. Kantin dimana, toilet dimana, itu informasi penting.

Seorang cewek putih dan tinggi mendadak memanggil Ardian, alhasil gue harus nunggu selama beberapa menit. Mereka terlihat akbrab, sangat akrab malah.
“cewek lo ?”
“eh bukan, cuma temen”
“akrab bener”
Walaupun ngomong temen tapi tetep aja ada sesuatu di matanya Ardian. Ada sesuatu yang ditutupi dan tingkahnya jadi aneh. Salah tingkah mungkin. Tapi kalo gue liat-liat mereka cocok, sama-sama tinggi. Cowoknya keren ceweknya cantik.

“emang gue aneh ya?”
“aneh gimana maksud lo ?”
“makanya gue nanya sama lo kali. Daritadi gue diliatin mulu, emang gue alien apa”
“haha, biasalah. Lo kan murid baru Ta”
“tapi gak gitu juga kali”
“paling besok udah normal Ta”
“gue gak yakin”
“darimana lo tau”
“cuma nebak, dan tebakan gue selalu bener”
“jangan bilang lo itu dukun”
“ngaco, mana ada dukun keren kaya gue, haha”
“jadi lo emang dukun Ta”
“bukan !”
“cenayang”
“apa lagi. Gue cuma ya bisa dikit-dikit lah”
“sixsance ?”
“yes”
“keren dong”
“keren apanya coba. Sedetikpun dalam di hidup lo, lo gak bisa tenang gara-gara setiap saat lo bisa liat sesuatu yang gak mereka liat”
“tapi tetep aja keren. Trus lo punya kemampuan super ? telepati ? teleporter ?”
“kayanya lo kebanyakan nonton film deh”
“gue Cuma penasaran sama hal-hal kaya gitu. Apalagi ini Jogja, hal-hal kaya gitu masih kentel banget disini”

Tiba-tiba sebuah suara yang sangat nyaring terdengar keras. Suara itu cukup untuk membuat tuli sementara. Deg deg deg, ini kenapa jantung gue nyeri kaya gini. Sebelumnya gue gak pernah kaya gini. Mana nyerinya minta ampun, kaya ditusuk pake jarum.
“Ta..... Dikta”
“iya kenapa ?”
“lo baik-baik aja kan ?”
“i’m fine, why”
“lo pucet banget. Perlu ke UKS ?”
“gak gak, gue cuma rada pusing gara-gara keramaian”
“lo yakin”
“seratus persen”

*****
Ajeng Pramudia Cendani,

Gue curiga deh, Mei tiba-tiba datang senyam-senyum dari kantin.
“Ardian nembak lo ya?”
“apaan sih Put”
“ya habis dari kantin bukannya bawa makanan malah senyum-senyum gak jelas kamu Mei”
“ah aku lupa beli pesenan kalian !”
Satu hal catatan untuk seorang Mei : pikirannya mudah teralihkan dan dia juga pelupa
“tapi aku dapet sesuatu kok”
“apaan ?”
“bukan buat kamu Put, tapi buat Ajeng”
“buat aku ? kamu masih beli pesenanku tadi ?”
“gak juga, maaf”
“ya trus ?”
Mei mendekat dan berbisik “aku udah tau siapa nama cowok baru itu. Dia di kelas ipa-empat. Namanya Aldibaran Oceanda Pradikta. Tapi kata Ardian orangnya tipe-tipe kulkas, dingin plus ngomongnya irit”
“kalian ngomong apa sih ? sampe harus bisik-bisik gitu”
“oh gak ada apa-apa. Ini masalah pribadi, jadi kamu gak perlu tau Put”
“masalah cowok ?”
“yes”
“malah ah kalo gitu. Paling kalian ngosipin cowok baru itu. Udah ketebak, dia bakalan jadi idola baru. Bisa-bisa nyangin Ardian atau Raka”
“ya bagus dong”
“Ooo jadi kamu cemburu kalo ada cewek yang deketin Dian ?”
“wah senjata makan tuan nih” Putri tertawa sementara Mei mengomel tak jelas. Istilah jawa-nya ngelendem. Punya sahabat kaya mereka, gue bener-bener beruntung. Apalagi ketemu cinta pertama kalian juga, serasa dapet durian jatuh, haha. Tapi kayanya bener Ardian deh, orangnya kaya kulkas, dingin mana ngomongnya irit sementara aku dikatain talk active. Tapi senyumnya bikin hangat. Ah gue ngelantur !

“wah kamu kayanya harus ke UKS deh jeng”
“kamu panas Jeng” Mei menempelkan tangannya di jidat gue “kamu udah gila”
“kalian ngaco”

Karena ini hari pertama sekolah, pasti dong pulang awal. Mau ini sekolah terbaik di Jogja dan terkenal seantero Indonesia tradisi itu tetep ada, haha.
“habis ini kita mau kemana ?” kata Putri
“aku mau pulang, besok harus prepare”
“oh iya, kamu harus berangkat ke akmil buat mulai pembukaan latihan besok kan ?”
“iya”
“ya udah, semangat Mei. Cie paskibraka provinsi ni ye”
“eh belum, resmi jadi calon aja baru tanggal enam belas”
“dan tanggal delapan belas udah purna, haha. Nyeseknya jadi paskibra kan gitu. Sebulan penuh latihan, eh sehari udah purna aja”

“Mei !” tiba-tiba ada yang mengentikan kami, walaupun sebenarnya cuma manggil Mei, tapi kami bertiga berhenti berjalan semua. Dan gue baru tau, kalo ternyata itu
“Adrian ?”
Ian gak sendiri, disampingnya berdiri cowok baru itu. Tetap diam dan dengan sikap kulkas-nya. Wajahnya memang terkesan tidak ramah, sombong mungkin lebih tepat dan matanya tajam, menusuk. Ditambah alisnya juga cukup runcing.

“kalian udah kenal kan sama Dikta ?” kata Adrian
Dikta ya ? tapi kok gue ngerasa aneh. Kaya ada yang bilang kalo si Dikta itu bukan cowok dengan senyuman manis yang selalu gue inget. Tapi sisi lain, kalo bukan Dikta siapa coba ?
“sesekolah juga udah tau kali Yan” kata Putri
“oh, kamu udah prepare ?”
“belum, ini juga mau pulang. Kurang alas tidur”
“bentar-benar, kalian mau latihan paskibra atau kemah sih ?” kata Putri
“pindahan, liat aja bawanya banyak gitu dan satu tas harus nyukup”
“pake tas gunung lah”
“emang boleh ya Yan ?” kata Mei
“mungkin, kan instruksinya cuma gini. Gimanapun caranya semua harus muat dalam satu tas. Gak ada aturan tas-nya apa” kata Adrian
“tas gunung mana punya”
“nyari bareng yuk. Aku ada sebenernya, udah rusak. Lama gak kepake soalnya”
“bagus, lo udah nyulik Mei. Trus gue pulang sama siapa ?” kata Putri
“ya elah, Put. Rumah lo itu paling deket. Harusnya Ajeng yang bilang gitu. Lo pulang sama Dikta aja Jeng, kebetulan satu arah juga”
“hah gue ?”
“masa iya Putri”
“gak deh, mending pulang bareng Putri”

Begitu sampe rumah, muncul deh. Kenapa tadi gak bareng sih Jeng. Ah lagian aku belum tau Dikta itu kaya apa. Siapa tau dia lebih dingin dalemnya daripada mukannya. Atau mulutnya lebih tajam daripada tatapan matanya yang sudah cukup mengerikan.

 Ting ! (message alert)
Mei sms ? bukannya dia mau prepare buat acaranya besok. Emang gak sibuk ni anak
Kamu kenapa sih Jeng, padahal tadi aku sama Adrian udah bikin siasat biar kamu pulang sama Dikta -_-

Me:
Oh jadi itu rencana kamu sama Ardian ?

Mei :
Eh bukan gitu,
Ya habis kamu gitu banget liatin Dikta dari hari pertama. Kaya ada ‘something’-nya gitu.
Apa ini saatnya gue jujur sama Mei, siapa sebenarnya Dikta ? walaupun gue belum yakin kalo itu emang Dikta. Ada lima puluh persen yang mengatakan itu bukan Dikta.

Me :
Dia mirip sama orang yang bikin aku jatuh cinta dua tahun lalu
Yes, i say it

 Mei :
Nah kan bener, ada apa-apa. Emang itu bener Dikta ?

Me :
Aku juga gak yakin....
Bentar-betar perasaan ada fotonya deh. Coba cari di laptop dulu. Seinget gue ada dua foto deh, walaupun itu gak sengaja. Ada ! yes ! foto yang gue simpen selama dua tahun, haha.

Aku kirimin fotonya dulu....
Send file ! success

Mei :
Emang mirip sama Dikta sih, walaupun masih manisan yang ini. Haha tapi Dikta oke juga kok, tapi dinginnya itu gak ketulungan

Me :
Labil kamu Mei, inget Ardian

Mei :
Ya udah ya Jeng, aku mau prepare lagi. See you two days again :) semoga kamu dapet ilham dan kalo emang itu emang Dikta congrat. Kalo bukan tetep tabah ya cantik :D siapa tau itu emang jodoh kamu, bukan si Mr Kulkas itu.


Siapapun kamu, Dikta atau bukan. Tapi aku gak bisa lupain kamu, walaupun udah dua tahun terlewat. Senyuman yang bikin aku ikutan senyum setiap inget kamu.

Siapapun kamu, dimanapun kamu. Aku hanya berharap bisa ketemu kamu lagi, walaupun itu hanya sekali dalam seumur hidup.

.
.
.
.

Share:

Find us on Facebook

Facebook

BTemplates.com

Pages

About My

Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran